Hari Raya Idul Adha bukan sekadar momen potong hewan kurban lalu makan sate rame-rame. Lebih dari itu, ini waktu yang pas buat kita ngaca bareng—tentang apa arti tulus, ikhlas, dan bangkit bareng-bareng. Di tengah hidup yang makin serba cepat, Idul Adha hadir sebagai reminder penuh makna bahwa pengorbanan bukan tentang kehilangan, tapi tentang tumbuh bareng. Ini bukan cuma soal agama, tapi juga tentang kemanusiaan dan solidaritas. Yuk, kita ulik bareng kenapa momen Idul Adha ini justru jadi waktu paling tepat buat kita bangkit bareng dan belajar ketulusan.
Setiap kali takbir berkumandang, kita bukan cuma diingatkan tentang keagungan Allah, tapi juga tentang kisah luar biasa Nabi Ibrahim dan Ismail. Kisah yang bukan sekadar legenda, tapi pelajaran hidup tentang cinta, keimanan, dan pengorbanan tanpa pamrih. Dalam realita zaman sekarang, pengorbanan itu bisa berupa waktu, tenaga, bahkan ego. Dan di Hari Raya Idul Adha, kita semua dikasih panggung untuk berlatih jadi pribadi yang lebih tulus dan berani melepas.
Bicara soal bangkit, kita semua pasti pernah ada di titik terendah—entah itu karena masalah ekonomi, kehilangan orang tersayang, atau sekadar ngerasa stuck sama hidup yang gitu-gitu aja. Nah, momen Idul Adha bisa jadi turning point. Dengan semangat kurban, kita diajak bukan cuma buat berbagi daging, tapi juga berbagi harapan, waktu, bahkan tenaga buat bantu sesama yang lagi jatuh.
Contoh konkretnya? Banyak banget. Lihat aja komunitas yang ngumpulin kurban bareng buat disalurkan ke daerah terpencil. Atau anak-anak muda yang rela turun tangan bantu jagal sampai bagi-bagi daging ke warga. Di situ kita bisa lihat, semangat gotong royong dan bangkit bareng nggak pernah padam, asal kita mau bergerak. Ini bukan cuma soal ibadah pribadi, tapi bentuk solidaritas sosial yang nyata. Kayak yang dijelasin oleh Emile Durkheim, dalam teori solidaritas mekanik, masyarakat tradisional itu erat karena nilai dan kepercayaan yang sama—dan Idul Adha ini salah satu contoh nyatanya.¹
Ketulusan juga jadi keyword penting dalam Idul Adha. Kita nggak bisa ngomongin kurban tanpa bicara tentang ikhlas. Di tengah zaman serba pamrih ini, belajar ikhlas itu ibarat belajar naik sepeda—nggak bisa instan, tapi begitu bisa, rasanya merdeka banget. Ikhlas itu tentang melakukan sesuatu tanpa harus diumbar ke medsos, tanpa perlu validasi, dan tanpa ngarep balik. Dan percaya deh, ketulusan yang kecil bisa berdampak besar, apalagi kalau dilakukan bareng-bareng.
Salah satu pelajaran penting dari Idul Adha adalah bagaimana kita bisa bangkit secara kolektif. Di satu sisi, kita belajar bahwa setiap orang punya “kurban” sendiri—baik itu dalam bentuk perasaan, waktu, atau usaha. Di sisi lain, kita juga diajak buat lebih peduli sama lingkungan sekitar. Mulai dari bantu tetangga yang nggak mampu beli hewan kurban, sampai ikut kegiatan sosial di masjid atau kampung. Ini semua jadi momentum buat nyatuin kembali nilai-nilai kebersamaan yang mungkin sempat luntur karena kesibukan masing-masing.
Kalau ditarik ke konteks yang lebih luas, Idul Adha juga bisa jadi simbol perlawanan terhadap individualisme. Di tengah arus hidup yang makin ego-sentris, Idul Adha ngajak kita buat jadi bagian dari sesuatu yang lebih besar: komunitas. Karena sejatinya, manusia itu makhluk sosial—kayak kata Aristoteles, “Manusia adalah zoon politicon,” alias makhluk sosial yang nggak bisa hidup sendirian.² Dan saat Idul Adha, kita diingatkan kembali tentang pentingnya kebersamaan itu.
Terus gimana caranya biar semangat Idul Adha nggak cuma berhenti di hari H?
- Jadikan kurban sebagai kebiasaan, bukan formalitas.
Nggak harus selalu hewan, tapi bisa berupa waktu atau perhatian buat orang sekitar. - Bangun solidaritas lewat hal kecil.
Sapa tetangga, bantu masak di dapur umum, atau sekadar nyumbang tenaga buat kegiatan sosial. - Latih ketulusan dari hal yang kamu suka.
Nggak harus ekstrem, cukup lakuin sesuatu tanpa mikir balasan. - Upgrade mindset: kurban bukan buang-buang, tapi investasi nilai.
Pengorbanan hari ini bisa jadi bekal untuk relasi dan kebaikan di masa depan. - Satukan niat bareng komunitas.
Ajak teman-teman bikin gerakan kecil yang berdampak nyata—dari hal sesimpel patungan beli kurban bareng, sampai kegiatan edukasi tentang makna kurban.
Dengan langkah-langkah kecil yang konsisten, momen Idul Adha bisa jadi awal bangkit yang benar-benar terasa. Bukan cuma ritual tahunan, tapi jadi titik balik buat hidup yang lebih penuh makna. Ini bukan soal siapa yang paling besar kurbannya, tapi siapa yang paling tulus dan konsisten niatnya.
Di tengah gegap gempita hari raya, jangan lupa kasih waktu buat diri sendiri refleksi. Karena di situlah letak kekuatan sejatinya. Kita belajar bahwa dalam setiap kehilangan, ada pelajaran. Dalam setiap pengorbanan, ada kebangkitan. Dan dalam setiap ketulusan, ada cahaya yang nyala pelan-pelan tapi pasti.
Ngomong-ngomong soal momen bareng keluarga, habis salat Ied dan makan bareng, biasanya kita punya waktu santai di rumah. Nah, ini juga bisa jadi kesempatan buat nge-refresh suasana rumah biar makin nyaman dan bikin betah. Apalagi kalau bisa sambil bantu orang tua atau pasangan buat upgrade furniture yang udah mulai reot.
Kalau kamu lagi cari tempat belanja furniture yang harganya bersahabat tapi kualitas tetap kece, langsung aja merapat ke Homeliving Furniture Pontianak. Dari sofa empuk buat rebahan habis makan daging, sampai rak minimalis yang bikin rumah makin aesthetic, semua ada di sana. Plus, harganya ramah di kantong dan pelayanannya bikin kamu ngerasa kayak di rumah sendiri. Pas banget buat melengkapi momen Idul Adha yang penuh kebersamaan dan kenyamanan.